Rabu, 10 November 2010

Otonomisasi Pendidikan

A.   OTONOMI DAERAH
Dalam Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 Bab 1 Pasal 1 point h menyebutkan bahwa Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian, kini pemerintah daerah telah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurusi segala sesuatu hal yang menyangkut pengaturan di daerahnya masing-masing di seluruh Indonesia. Hal itu telah tertera dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999. Kewenangan penuh tersebut dirumuskan dalam pasal 7 ayat 1; ''Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, keadilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.''
Dengan kewenangan tersebut maka pemerintah daerah juga memiliki kewenangan dalam hal pengaturan di bidang pendidikan. Pengaturan yang dimaksud adalah pengaturan anggaran, kualitas guru, kualitas pembelajaran, kualitas peserta didik dan hal-hal yang berhubungan dengan sistem pendidikan di daerah yang juga akan berpengaruh kepada sistem pendidikan nasional.

B.   OTONOMI PENDIDIKAN
Gerakan reformasi di Indonesia, secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hubungannya dengan pendidikan, prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada kandungan, proses, dan manajemen sistem pendidikan. Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 2003 Bab III tentang Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan (Pasal 4) disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa (ayat 1). Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3), serta dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan
Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang dapat diurus oleh pemerintah daerah. Pada bidang ini pada kenyataannya tidak serta-merta segala sesuatunya diurus oleh pemerintah daerah.  
Akan tetapi, dalam hal pengelolaan secara penuh segala sesuatunya dirancang secara bertahap seiring dengan kesiapan dan ketersediaan pemenuhan persyaratan yang dibutuhkan. Dengan demikian, otonomi daerah membawa konsekuensi logis pada otonomi pendidikan di daerah, khususnya dalam hal reorientasi visi dan misi pendidikan. 
Menyadari akan pentingnya peningkatan kualitas pendidikan dan kenyataan yang ada, maka dalam rangka menyongsong otonomi pendidikan dalam kerangka otonomi daerah dibutuhkan serangkaian inovasi. Inovasi yang dimaksud, diantaranya berupa: pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, peran aktif masyarakat di bidang pendidikan, dan guru yang profesional serta siswa yang berkualitas.
Namun demikian, pemerintah daerah dapat mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan kemajuan dalam bidang pendidikan, sebagaimana yang tercantum dalam UU No.22 tahun 1999 pasal 88 ayat 1 yaitu “Daerah dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga/badan di luar negeri, yang diatur dengan keputusan bersama, kecuali menyangkut kewenangan Pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7”.
Kerjasama yang dimaksud dapat diterapkan dalam pola manajemen berbasis sekolah. Pada kerangka otonomi pendidikan, sekolah merupakan pilar utama dan terdepan untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara komprehensif. Telah disadari bersama bahwa upaya mewujudkan sekolah yang mandiri dan kreatif tidak akan pernah terwujud tanpa adanya pemberian kepercayaan yang penuh bagi sekolah itu agar dapat mengaktualisasikan potensinya. Untuk itu, sekolah beserta seluruh perangkatnya segera bangkit menuju kemandirian dan senantiasa kreatif dalam melakukan setiap aktivitas.
Kepala Sekolah sebagai pemimpin pada pengelolaan sekolah diharapkan memiliki kemampuan yang memadai untuk berinisiatif dan sekaligus mendorong inisiatif perangkat sekolah lainnya sehingga berkembang sesuai dengan potensinya. Peran sekolah bukan hanya menghasilkan siswa yang mampu meraih NEM tinggi saja, tetapi lebih ditekankan pada siswa yang terpelajar. Nantinya siswa bukan hanya pandai dalam memperoleh ilmunya, tetapi juga terpelajar dalam mempraktekkan ilmu yang dimilikinya. Misi dan visi sekolah ke depan bukan hanya diketahui oleh perangkat sekolah, tetapi perlu disosialisasikan kepada seluruh masyarakat terkait. Secara nyata aktualiasasinya terdapat pada rancangan program kerja sekolah yang memungkinkan perangkatnya dapat menjalankan peran optimal sesuai dengan kemampuannya.
Selain itu juga peran aktif dari masyarakat dierlukan dalam rangka otonomisasi pendidikan. Sekolah diharapkan secara bertahap memiliki kemamampuan untuk membiayai sebagian besar kebutuhannya. Sekolah didorong agar mampu melakukan suatu terobosan baru guna memperoleh dana mandiri. Perlu diingat bahwa otonomi membawa konsekuensi pada semakin berkurangnya campur tangan pemerintah terhadap peran sekolah, termasuk dalam hal ketersediaan keuangan (pemberian subsidi) sekolah. 
Bagi sekolah-sekolah swasta, kebijakan itu tidak terlalu membawa pengaruh pada kinerja sekolah. Mengingat selama ini sekolah secara mandiri telah mendanai sebagaian besar aktivitasnya. Hal itu berbeda dengan sekolah negeri yang selama ini lebih banyak tergantung pada bantuan dana pendidikan dari subsidi pemerintah. Untuk itu, peran orang tua/masyarakat melalui dewan sekolah atau lainnya sangat menentukan kelangsungan suatu sekolah. Dukungan masyarakat (community support) terhadap kelangsungan sekolah perlu lebih ditingkatkan. Sekolah perlu mencoba dan meningkatkan kerjasama dengan pihak terkait sehingga program link and match dapat terwujud. 
Melalui pola tersebut, sekolah dimungkinkan memiliki rancangan kegiatan belajar yang variatif dan inovatif, sehingga masyarakat lebih tertarik dan sekaligus meningkatkan kepeduliannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Masyarakat setempat (sekitar) sebagai stake holders perlu diyakinkan bahwa peningkatan kualitas sekolah adalah suatu keharusan. Untuk mewujudkannya adalah tanggung jawab bersama, yakni sekolah dan seluruh komponen masyarakat. 
Lebih spesifik lagi bentuk-bentuk usaha otonomi pendidikan dapat dilakukan dengan upaya antara lain:
1.      Pelatihan bagi guru agar mampu meningkatkan profesionalitasnya demi tercipta iklim pembelajaran yang efektif dan berkualitas sehingga akan melahirkan peserta didik yang memiliki kualitas pula. Hal ini dapat dilakukan kerjasama antara dinas terkait dengan pihak-pihak yang memiliki perhatian pad amasalah pendidikan
2.      Kerjasama finansial. Dalam hal ini kerjasama dapat dilakukan dengan pihak-pihak swasta atau dengan masyarakat di lingkungan dimana pendidikan diselenggarakan. Bentuk kerjasama dengan pihak swasta dengan kata lain perusahaan dapat berupa pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi juga bagi guru berprestasi. Hal ini diharapkan dapat memberikan nilai positif bagi siswa dan guru. Sedangkan bentuk kerjasama dengan masyarakat dapat dilakukan dengan adanya subsidi silang bagi siswa yang tidak mampu.
3.      Di bidang pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat dalam membangun paradigma dan visi pendidikan di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, badan legistlatif daerah ini harus diberdayakan dan memberdayakan diri agar mampu menjadi mitra yang baik. Dan memiliki kesetaraan dalam kinerja legislasinya. Juga, bagi kepala daerah dalam membangun pendidikan di daerahnya masing-masing.

Berkaitan dengan diimplementasikannya otonomi pendidikan, sudah barang tentu peran dari lembaga pendidikan sebagai pusat pengetahuan (central of science), ilmu teknologi, dan budaya menjadi lebih penting dan sangat strategis. Dan hal itu dilakukan adalah dalam rangka pemberdayaan daerah, untuk mempertegas otonomi yang sedang berjalan. Disebabkan kebanyakan pemerintah daerah tingkat satu (propinsi) apalagi tingkat dua (kabupaten dan kotamadya) tidak memiliki sumber daya manusia (SDM) yang cukup handal dan potensial untuk mengelola dan mengatur daerahnya secara optimal. Kerja sama yang lebih erat antara lembaga pendidikan di daerah dengan pemerintah daerahnya sangat diperlukan.
Tokoh-tokoh ilmuwan dan pakar dari kampus lebih didayagunakan sebagai braint trust atau think thank untuk pembangunan daerahnya, tidak hanya sekedar sebagai pemerhati, kritikus, atau penggecam kebijakan daerah. Sebaliiknya, lembaga pendidikan yang ada juga harus dapat membuka diri, lebih banyak mendengar opini publik, kinerjanya, dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah (problem solving) yang dihadapi oleh rakyat.
Pendidikan merupakan salah satu solusi yang mempunyai kedudukan signifikan dalam ikut serta memecahkan persoalan bangsa, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kaitan ini, pendidikan dapat menjadi solusi yang signifikan, apabila dalam pelaksanaannya mendapatkan dukungan dari berbagai pihak yang berkompeten dan ditunjang pula dengan pengelolaan serta manajemen yang profesional, serta ditunjang dengan kemauan dan komitmen yang tinggi dari berbagai pihak yang berkompeten dalam upaya peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.

Sabtu, 06 November 2010

Sistem kebudayaan dan Lingkungan

Suatu sistem kebudayan akan sangat berpengaruh kepada kepribadian dan tindakan seseorang. seseorang yang memiliki suatu kepribadian yang mudah berubah akan mudah pula terpengaruh oleh sistem dimana dia berada. kekuatan individu untuk bertahan atau menerima menjadi salah satu hal yang akan mempengaruhi tindakannya akibat dari suatu sistem yang berada di sekitarnya.
Sistem lingkungan yang negatif akan mengakibatkan pola tindakan seseorang bersifat negatif pula apabila individu kurang memiliki daya bertahan yang memadai dalam menghadapi sistem tersebut. Sebaliknya sistem lingkungan yang positif akan mengakibatkan pola tindakan seseorang bersifat positif juga tidak terlepas dari kepribadian individu untuk memiliki kemampuan penerimaan yang baik.
Menurut Soerjono Soekanto (1990: 197), bahwa di dalam masyarakat terdapat apa yang dinamakan pola-pola perilaku atau paterns of behaviour. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut. setiap tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku masyarakat tadi. kecuali terpengaruh oleh tindakan bersama tadi, maka pola-pola perilaku masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebudyaan masyarakatnya.
Pola-pola perilaku berbeda dengan kebiasaan. kebiasaan merupakan cara bertindak seorang anggota masyarakat yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. pola-pola perilaku yang dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang berhubungan dengan orang-orang lain, dinamakan social organization atau social group. kebiasaan perlu dilakukan seseorang di dalam hubunganya dengan orang lain.
Khususnya dalam mengatur hubungan antar manusia, kebudayaan dinamakan pula struktur normatif atau menurut istilah Ralp Linton yaitu designs for living, artinya kebudayaan adalah suatu garis-garis pokok tentang perilaku atau blueprint of behaviour yang menetapkan peraturan-peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, apa yang dilarang dan lain sebagainya.
Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian dari kebudayaan adalah sebagai berikut:
  1. Unsur-unsur yang menyangkut penilaian (valuational elements) misalnya apa yang baik dan buruk, apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, apa yang sesuai dengan keinginan dan apa yang tidak sesuai dengan keinginan.
  2. Unsur-unsur yang berhubungan dengan apa yang seharusnya (precritive elements) seperti bagaimana orang harus berlaku.
  3. Unsur-unsur yang menyangkut kepercayaan (cognitive elements) seperti misalnya harus mengadakan upacara adat pada saat kelahiran, pertunangan, perkawinan dan lain-lain.
Dengan demikian masyarakat dan kebudayaan merupakan perwujudan atau abstraksi perilaku manusia. Perilaku manusia dapat dibedakan dengan kepribadiannya, karena kepribadian merupakan latar belakang perilaku yang ada dalam diri seorang individu. kekuatan kepribadian bukanlah terletak pada jawaban atau tanggapan manusia terhadap suatu keadaan, akan tetapi justru pada kesiapannya di dalam memberikan jawaban dan tanggapan.